CORONO DI INDONESIA PER 23 MARET 2020 - Berita Kesehatan Dunia Terkini

CORONO DI INDONESIA PER 23 MARET 2020

CORONO DI INDONESIA PER 23 MARET 2020 TERBARU
CORONO DI INDONESIA PER 23 MARET 2020

Pandemi COVID-19 di Indonesia konsisten mengalami peningkatan kasus. Data berasal dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat jumlah masalah menjadi 514, 29 orang sembuh, dan 48 orang meninggal dunia per Minggu (22/3/2020) pukul 12.00 WIB.

Ada penambahan sebanyak 64 orang dan peningkatan 10 orang untuk yang meninggal dunia berasal dari hari sebelumnya. Pasien yang dinyatakan sembuh makin tambah 9 orang agar keseluruhan menjadi 29 orang.

Masih merujuk sumber data yang sama. Sebaran virus COVID-19 termasuk mengalami penambahan daerah.

Terjadi penambahan sebaran pada Minggu sebanyak 3 provinsi, yakni: Kalimantan Selatan, Maluku dan Papua. Sehingga untuk kala ini, pandemi COVID-19 telah menjangkiti 20 provinsi di Indonesia.

Sejauh ini pemerintah pusat lewat Tim Gugus Tugas CORONO COVID-19 yang dipimpin BNPB masih berusaha kebijakan social distancing atau jaga jarak. Masyarakat diimbau untuk tidak beraktivitas di luar tempat tinggal dan jauhi kerumunan bersama obyek memutus mata rantai penyebaran virus.

Di sedang kondisi pandemi yang jadi meluas, Presiden Joko Widodo baru menginstruksikan jajarannya untuk langsung laksanakan Rapid Test bersama cakupan lebih luas.

"Saya minta alat-alat rapid tes konsisten diperbanyak, termasuk memperbanyak tempat-tempat untuk laksanakan tes dan melibatkan tempat tinggal sakit, baik pemerintah, punya BUMN, Pemda, tempat tinggal sakit punya TNI dan POLRI, dan swasta, dan lembaga-lembaga riset dan pendidikan tinggi yang beroleh saran berasal dari Kementerian Kesehatan," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/3/2020).

Juru Bicara Pemerintah RI untuk COVID-19, Achmad Yurianto menjelaskan tes tersebut akan mengambil sampel darah dan memeriksa immunoglobulin sebagai cara awal.

"Tujuannya tes massal agar secepat barangkali menemukan masalah positif, sesudah itu dijalankan isolasi guna mencegahnya menjadi sumber penularan pada masyarakat," ujarnya.

Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menilai usaha pemerintah Indonesia lamban, karena benar-benar beranggap gampang virus COVID-19. Ketika virus ini merebak di Wuhan, Tiongkok, alih-alih laksanakan menyiapkan diri untuk mitigasi, pemerintah lebih tekankan gimmick populisme, layaknya memulangkan WNI berasal dari Tiongkok.

Presiden Jokowi sebenarnya sempat berseru bahwa virus Corona tidak masuk ke Indonesia berkat kesiapan Kemenkes. Hal itu Ia sampaikan kala memimpin sidang kabinet paripurna berkenaan antisipasi efek perekonomian global di Istana Kepresidenan Bogor pada 11 Februari 2020.

Alih-alih laksanakan mitigasi, pemerintah lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani justru lebih menghindar kejatuhan perekonomian berasal dari sektor pariwisata, agar diberlakukan discount harga tiket pesawat pada 25 Februari 2020. Presiden Jokowi sendiri mendaku discount itu diberikan bagi wisatawan yang berasal berasal dari tempat bebas virus Corona.

Pemerintah Alpa Sejak Awal

Pada 2 Maret 2020, pemerintah pada akhirnya mengonfirmasi Kasus-1 dan Kasus-2 pasien positif COVID-19 di Indonesia. Kasus-kasus baru konsisten bertambah, bahkan menjangkiti sejumlah pejabat publik layaknya Menteri Perhubungan Budi Karya dan Walikota Bogor Bima Arya.

Pemerintah, menurut Haris, tidak mematuhi asas tanggung jawab negara di dalam mengatasi kondisi layaknya ini.

"Pemerintah lupa sedia kan alat deteksi, halangi pergerakan, membaca data perluasan pandemik ini. Justru malah melewatkan ekspor masker," ujarnya kepada Tirto, Jumat.

Semestinya, menurut Haris, pemerintah bersama segala otoritas dan kelengkapan alatnya bisa mengantisipasi pandemi COVID-19. Semisal bersama lebih dulu mengoptimalkan kinerja intelijen pertahanan untuk memprediksi masuknya virus ke Indonesia.

Kegagalan mitigasi yang dijalankan pemerintah, menurut Haris, menaikkan beban kerja mereka kala ini. Pemerintah mesti fokus menghimpit penyebaran virus sekaligus melakukan perbaikan kesalahan-kesalahan di awal. Sementara itu, penduduk kadung panik.

Kepanikan penduduk diakui Haris sebagai gagalnya pemerintah menaikkan kesadaran publik. Dalam konteks kebijakan social distancing misalnya, pemerintah cuma fokus untuk mengimbau penduduk untuk jaga jarak dan kurangi kesibukan di luar rumah. Padahal pemerintah bisa lebih berasal dari itu, imbauan jaga jarak ranahnya masyarakat.

Haris memastikan pemerintah lebih baik fokus pada kebijakan contoh membangun karantina lokal atau nasional, jika diperlukan. Disertai pula bersama ketegasan bahwa negara akan menjamin ketahanan hidup masyarakat, contoh pangan, obat-obatan, dan lain-lain.

"Bukan cuma imbauan, jaman presiden kelasnya imbauan saja," ujar Haris.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Satria Aji Imawan menilai pemerintah Indonesia sebenarnya tidak siap bersama pandemi COVID-19. Meski demikian, ia perlihatkan bahwa upaya-upaya yang dijalankan pemerintah belum bisa diakui gagal.

"Karena angka kita, menurut data WHO masih di bawah Italia dan China. Meskipun takaran kematian tertinggi di dunia," ujarnya kepada Tirto, Jumat.

Data berasal dari John Hopkins University & Medicine per Minggu (22/3/2020), angka kematian akibat COVID-19 di Italia meraih 4.825 orang kala di provinsi Hubei di Tiongkok tercatat 3.144 orang.

Menurut Satria, pemerintah masih punya kesempatan untuk menghimpit laju penyebaran virus jika rela menggelontorkan anggaran untuk langsung memberlakukan tes massal.

"Mitigasi konkret belum terlambat jika anggaran bisa cepat diturunkan," ujarnya.

Hal yang mesti dicatat, menurut Satria, pemerintah pusat dan pemerintah tempat mesti melakukan perbaikan komunikasi agar berhubungan koordinasi yang baik. Pola komunikasi yang jelek pada pusat dan daerah, menurut Satria mesti dibantu oleh pihak ketiga contoh aparat keamanan. Selain itu, aksi voluntarisme di kalangan penduduk mesti diperluas.

"Sejauh ini saya amati jajaran pemerintah pemda termasuk cemas bersama virus ini. Jadi enggak berani turun tangan. Saya pikir bersama kawalan Polisi-TNI bisa," ujarnya.

Satria termasuk menekankan, agar pemerintah tempat lebih tanggap menyikapi pertumbuhan masalah di lapangan. Terutama untuk menaikkan kesadaran penduduk di dalam kondisi pandemik ini.

"Dalam kondisi krisis, tempat justru mesti bergerak lebih lincah karena kedekatan bersama warga," tandasnya.

Baca selengkapnya di artikel "Kasus COVID-19 di Indonesia Meluas, Hasil Kerja Santai Pemerintah", https://tirto.id/eGUA

Belum ada Komentar untuk "CORONO DI INDONESIA PER 23 MARET 2020"

Posting Komentar