CORONO DI INDONESIA BERAKHIR - Berita Kesehatan Dunia Terkini

CORONO DI INDONESIA BERAKHIR

BERITA CORONO DI INDONESIA BERAKHIR
CORONO DI INDONESIA BERAKHIR

Pandemi COVID-19 di Indonesia tetap mengalami peningkatan kasus. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kuantitas persoalan menjadi 514, 29 orang sembuh, dan 48 orang meninggal dunia per Minggu (22/3/2020) pukul 12.00 WIB.

Ada menambahkan sebanyak 64 orang dan peningkatan 10 orang untuk yang meninggal dunia dari hari sebelumnya. Pasien yang dinyatakan pulih makin tambah 9 orang supaya total menjadi 29 orang.

Masih merujuk sumber data yang sama. Sebaran virus COVID-19 terhitung mengalami menambahkan daerah.

Terjadi menambahkan sebaran pada Minggu sebanyak 3 provinsi, yakni: Kalimantan Selatan, Maluku dan Papua. Sehingga untuk sementara ini, pandemi COVID-19 sudah menjangkiti 20 provinsi di Indonesia.

Sejauh ini pemerintah pusat melalui Tim Gugus Tugas COVID-19 yang dipimpin BNPB tetap mengupayakan kebijakan social distancing atau jaga jarak. Masyarakat diimbau untuk tidak beraktivitas di luar tempat tinggal dan menjauhkan kerumunan bersama dengan target memutus mata rantai penyebaran virus.

Di sedang situasi pandemi yang makin meluas, Presiden Joko Widodo baru menginstruksikan jajarannya untuk segera lakukan Rapid Test bersama dengan cakupan lebih luas.

"Saya minta alat-alat rapid tes tetap diperbanyak, terhitung memperbanyak tempat-tempat untuk lakukan tes dan melibatkan tempat tinggal sakit, baik pemerintah, milik BUMN, Pemda, tempat tinggal sakit milik TNI dan POLRI, dan swasta, dan lembaga-lembaga riset dan pendidikan tinggi yang meraih rekomendasi dari Kementerian Kesehatan," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/3/2020).

Juru Bicara Pemerintah RI untuk COVID-19, Achmad Yurianto menyatakan tes selanjutnya dapat menyita sampel darah dan memeriksa immunoglobulin sebagai cara awal.

"Tujuannya tes massal supaya secepat mungkin menemukan persoalan positif, lantas dikerjakan isolasi fungsi mencegahnya menjadi sumber penularan pada masyarakat," ujarnya.

Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menilai upaya pemerintah Indonesia lamban, dikarenakan terlalu berasumsi mudah virus COVID-19. Ketika virus ini merebak di Wuhan, Tiongkok, alih-alih lakukan menyiapkan diri untuk mitigasi, pemerintah lebih mengedepankan gimmick populisme, seperti memulangkan WNI dari Tiongkok.

Presiden Jokowi sebenarnya sempat berseru bahwa virus Corona tidak masuk ke Indonesia berkat kesiapan Kemenkes. Hal itu Ia sampaikan sementara memimpin sidang kabinet paripurna tentang antisipasi pengaruh perekonomian international di Istana Kepresidenan Bogor pada 11 Februari 2020.

Alih-alih lakukan mitigasi, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani justru lebih menghambat kejatuhan perekonomian dari sektor pariwisata, supaya diberlakukan discount harga tiket pesawat pada 25 Februari 2020. Presiden Jokowi sendiri mendaku discount itu diberikan bagi wisatawan yang berasal dari area bebas virus Corona.

Pemerintah Alpa Sejak Awal

Pada 2 Maret 2020, pemerintah pada akhirnya mengonfirmasi Kasus-1 dan Kasus-2 pasien positif COVID-19 di Indonesia. Kasus-kasus baru tetap bertambah, lebih-lebih menjangkiti sejumlah pejabat publik seperti Menteri Perhubungan Budi Karya dan Walikota Bogor Bima Arya.

Pemerintah, menurut Haris, tidak mematuhi asas tanggung jawab negara dalam mengatasi situasi seperti ini.

"Pemerintah lupa sediakan alat deteksi, halangi pergerakan, membaca data perluasan pandemik ini. Justru malah melepas ekspor masker," ujarnya kepada Tirto, Jumat.

Semestinya, menurut Haris, pemerintah bersama dengan segala otoritas dan kelengkapan alatnya mampu mengantisipasi pandemi COVID-19. Semisal bersama dengan lebih dulu mengoptimalkan kinerja intelijen pertahanan untuk memprediksi masuknya virus ke Indonesia.

Kegagalan mitigasi yang dikerjakan pemerintah, menurut Haris, menambah beban kerja mereka sementara ini. Pemerintah kudu fokus menekan penyebaran virus sekaligus melakukan perbaikan kesalahan-kesalahan di awal. Sementara itu, penduduk kadung panik.

Kepanikan penduduk dianggap Haris sebagai gagalnya pemerintah menambah kesadaran publik. Dalam konteks kebijakan social distancing misalnya, pemerintah hanya fokus untuk mengimbau penduduk untuk jaga jarak dan mengurangi kesibukan di luar rumah. Padahal pemerintah mampu lebih dari itu, imbauan jaga jarak ranahnya masyarakat.

Haris menegaskan pemerintah lebih baik fokus pada kebijakan umpama membangun karantina lokal atau nasional, jikalau diperlukan. Disertai pula bersama dengan ketegasan bahwa negara dapat menjamin ketahanan hidup masyarakat, umpama pangan, obat-obatan, dan lain-lain.

"Bukan hanya imbauan, masa presiden kelasnya imbauan saja," ujar Haris.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Satria Aji Imawan menilai pemerintah Indonesia sebenarnya tidak siap bersama dengan pandemi COVID-19. Meski demikian, ia memperlihatkan bahwa upaya-upaya yang dikerjakan pemerintah belum mampu dianggap gagal.

"Karena angka kita, menurut data WHO tetap di bawah Italia dan China. Meskipun persentase kematian tertinggi di dunia," ujarnya kepada Tirto, Jumat.

Data dari John Hopkins University & Medicine per Minggu (22/3/2020), angka kematian akibat COVID-19 di Italia meraih 4.825 orang sementara di provinsi Hubei di Tiongkok tercatat 3.144 orang.

Menurut Satria, pemerintah tetap memiliki kesempatan untuk menekan laju penyebaran virus seumpama senang menggelontorkan anggaran untuk segera memberlakukan tes massal.

"Mitigasi konkret belum terlambat jikalau anggaran mampu cepat diturunkan," ujarnya.

Hal yang kudu dicatat, menurut Satria, pemerintah pusat dan pemerintah area kudu melakukan perbaikan komunikasi supaya terjalin koordinasi yang baik. Pola komunikasi yang buruk antara pusat dan daerah, menurut Satria kudu dibantu oleh pihak ketiga umpama aparat keamanan. Selain itu, aksi voluntarisme di kalangan penduduk kudu diperluas.

"Sejauh ini aku amati jajaran pemerintah pemda terhitung takut bersama dengan virus ini. Jadi enggak berani turun tangan. Saya pikir bersama dengan kawalan Polisi-TNI bisa," ujarnya.

Satria terhitung menekankan, supaya pemerintah area lebih tanggap menyikapi perkembangan persoalan di lapangan. Terutama untuk menambah kesadaran penduduk dalam situasi pandemik ini.

"Dalam situasi krisis, area justru kudu bergerak lebih lincah dikarenakan kedekatan bersama dengan warga," tandasnya.

Baca selengkapnya di artikel "Kasus COVID-19 di Indonesia Meluas, Hasil Kerja Santai Pemerintah", https://tirto.id/eGUA

Belum ada Komentar untuk "CORONO DI INDONESIA BERAKHIR"

Posting Komentar